You are currently browsing the monthly archive for September 2009.

Ramadhan akan segera berakhir. Besok atau lusa kita akan merayakan hari kemenangan, Iedul Fitri. Seiring dengan berakhirnya Ramadhan, berakhir pula lah semua suka cita dan kegembiraaan ala Ramadhan. Tidak ada lagi ritual sahur setiap hari yang hangat, saat-saat berbuka yang membahagiakan. Berbagi dan berderma kepada sesama. Hitungan pahala pun akan kembali normal, tidak ada bonus dan multiplikasi pahala ala Ramadhan.

Iedul Fitri adalah hari kemenangan. Tapi tunggu dulu, tidak semua dari peserta Ramadhan menjadi pemenang bukan? Hanya mereka yang berjuang, berlomba dengan fair, dan mencapai garis finish, yang akan menjadi pemenang sejati. Sedangkan mereka yang tidak serius berlomba, mereka yang tidak berjuang dengan sabar dan tekun, tidak akan memperoleh piala dan pahala Ramadhan, bahkan mereka tidak dapat apa pun, kecuali sekedar rasa lapar dan haus saja. Rasulullah bersabda:

“Betapa banyak orang yang berpuasa, tapi tidak ada yang mereka dapatkan dari puasa mereka, kecuali rasa lapar dan haus belaka.”

Lalu apa yang membedakan para pemenang dan pecundang Ramadhan tadi? Mereka yang menjadi pemenang berhasil mempertahankan, bahkan meningkatkan kedekatan dan ketaatan kepada Allah, yang telah ditempa dan digembleng begitu rupa selama Ramadhan. Mereka berhasil meraih tujuan puasa, melewati garis finish target puasa, la’alakum tattakun, supaya kalian bertakwa, supaya kalian meningkat kedekatan dan ketaatannya di hadapan Allah. Dan bukankah secara harfiah arti syawwal adalah meningkat? Renungkan pula nasihat para ulama dalam gubahan syair berikut:

“Bukanlah orang yang berhari raya ied itu orang yang pakaiannya serba baru, akan tetapi orang yang berhari raya ied adalah orang yang ketaatannya bertambah.”

Siapakah para pemenang Ramadhan itu?

Mereka-mereka yang tetap antusias beribadah, sekalipun bukan bulan Ramadhan, mereka itulah yang insya Allah menjadi pemenang Ramadhan.

Mereka-mereka yang tetap meramaikan dan memakmurkan masjid, ketika banyak orang meninggalkan masjid setelah Ramadhan, mereka itulah yang insya Allah menjadi pemenang Ramadhan.

Mereka-mereka yang tetap berusaha bangun di malam hari dan bersimpuh menyembah Tuhannya, memohon ampunan dan petunjuk-Nya, dikala banyak orang tidur terlelap, mereka itulah yang insya Allah menjadi pemenang Ramadhan.

Mereka-mereka yang terus mengkaji dan mengajarkan Al-Quran, bahkan berusaha merealisasikan kandungannya dalam kehidupan nyata, mereka itulah yang insya Allah menjadi pemenang Ramadhan.

Mereka-mereka yang terus berderma, saling berbagi kepada sesama, sekalipun bukan bulan Ramadhan. Karena kesadaran bahwa harta yang didermakan itulah yang menjadi harta mereka sesungguhnya, abadi selamanya pahalanya, mereka itulah yang insya Allah menjadi pemenang Ramadhan.

Mereka-mereka yang berani mengatakan Al-Haq (kebenaran), dalam rangka amar makruf nahi munkar dihadapan penguasa yang lalim, mereka itulah yang insya Allah menjadi pemenang Ramadhan.

Mereka-mereka yang terus menyerukan persatuan umat dalam naungan khilafah, dalam rangka menjawab perintah-Nya, wa’tashimu bihablillahi jamian wa la tafarraqu, dan berpegang teguhlah kalian semua pada tali Allah, dan janganlah bercerai berai, mereka itulah yang insya Allah menjadi pemenang Ramadhan.

Sungguh tidak ada yang lebih ironis dari 86 kali Ramadhan telah berlalu semenjak runtuhnya khilafah, selama itu pula umat yang Tuhannya satu, Nabinya satu, Kitabnya satu, Kiblatnya satu, namun pemimpinnya berbilang bukan kepalang. Padahal ketika safar (melakukan perjalanan), Nabi memerintahkan fa amiru ahadakum, angkatlah satu pemimpin yang akan mengurusi keperluan kalian selama safar. Lalu mengapa dalam urusan yang lebih besar dari itu, ekonomi, politik, sosial, hukum, pendidikan, militer, kita mengangkat pemimpin yang berbilang jumlahnya? Bahkan antar pemimpin itu tidak jarang saling bermusuhan satu dengan yang lain.

Bagi sebagian orang Ramadhan akan berakhir, akan tetapi sesungguhnya di situlah semuanya berawal. Sebuah titik balik menuju kegemilangan dalam ranah personal sekaligus sosial-politik. Bukankah kemenangan bersejarah perang Badar terjadi pada bulan Ramadhan? Dan konon negeri ini juga merdeka pada bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan memang akan segera berakhir. Tapi spirit Ramadhan akan terus hidup selamanya.

Selamat Iedul Fitri semuanya, mohon maaf lahir dan batin.

[disarikan dari acara Visi Ramadhan di Trijaya FM Yogyakarta 97.00 FM, Sabtu 19 Sept 09, jam 16:30]

Sedjak satoe maret 2009

  • 81.573 hits