You are currently browsing the tag archive for the ‘masterpiece’ tag.

Halo Adnan, saya sudah baca email antum. Dan sebelum saya kasih tanggapan, saya ingin sharing cerita sama antum. Seperti halnya antum. Saya juga punya impian. Impian yang mati-matian saya kejar. Sungguh, saya berharap dan berdoa, sebelum mati saya bisa wujudkan impian itu.

Saya yakin, kita hidup di dunia ini harus bisa membuat perbedaan, to make a difference, harus distinct. Jangan sampai kita hidup, tidak membuat perbedaan apa pun, tidak ada bekasnya, tidak ada legacy yang ditinggalkan. Seperti kata pepatah arab: wujuduhu ka adamihi (adanya sama dengan tidak adanya).

Kata-kata inilah yang terus memacu semangat saya, memompa andrenalin untuk berusaha dan terus berusaha mewujudkan impian saya. Ayo buat perbedaan! Ayo hasilkan prestasi! Hidup harus distinct! Ayo raih greatness! Jangan hanya mediocre! Hidup harus extraordinary, jangan hanya ordinary. Hidup harus SPEKTAKULAR! Jangan gak kelar-kelar. Make your life SPECTACULAR and EXTRAORDINARY!!!

Kalo hidup kita yang cuma sekali kita gak bisa meraih apa pun, lantas apa artinya hidup ini. Setidaknya sekali, kita harus punya prestasi hidup yang bisa  dibanggakan, di hadapan Allah tentunya. Saya sering bilang dalam hidup kita harus punya masterpiece, sebuah maha karya, sebuah warisan atau legacy yang kita tinggalkan yang terus hidup walaupun kita sudah meninggal.

Di Surat Yasin Allah berfirman: inna nahnu nuhyil mauta, wanaktubu ma qaddamu wa ATSARAHUM. Sesungguhnya Allah akan mencatat apa yang telah kita lakukan, dan ATSAR-ATSAR (bekas-bekas, atau saya lebih suka dengan istilah legacy) yang kita tinggalkan. Legacy Baginda Rasulullah SAW adalah Islam, legacy Tariq bin Ziyad adalah peradaban Islam di Spanyol, legacy Ibnu Sina adalah fondasi ilmu-ilmu kedokterannya, legacy Al-Fatih adalah tertaklukkannya Konstantinopel, Saya sering bertanya, apa legacy-ku? Apa perbedaan signifikan yang akan aku tinggalkan nantinya? Bagaimana hidupku bisa membuat perbedaan? Atau jangan-jangan, hadirnya aku di dunia, tidak ada pengaruh apa-apa sama sekali?

Saya sering bilang raih prestasi jangan nanggung-nanggung. Kepada teman-teman yang merintis karir di bidang akademik (dosen), saya sering encourage mereka: Ayo cepet lanjutin sekolahnya sampai jenjang tertinggi. Harus bisa raih gelar profesor. Ente harus jadi profesor! (kalo doktor dah banyak, gak distinct lagi). Kepada teman-teman yang jadi entrepreneur: Ayo kembangkan bisnisnya! Bisnis harus profesional! Sampai go international, atau jadi multinational corporation. Ente harus jadi milyader. Jangan serba tanggung. Jadi dosen naggung, ilmuwan juga nanggung, buka usaha juga naggung, dakwah juga naggung. Hayyah…. Akhirnya jadi manusia yang serba nanggung, serba setengah-setengah, atau setengah manusia kaleee… Wah, jadi manusia jadi-jadian dong… Hiiii… Ngeriiii…

Masak hidup sekali cuma setengah-setengah! Ingat kata Chairil Anwar: “Satu kali berarti, sudah itu mati.” Atau Shakespeare: “To be or not to be!” Kalo serba setengah-setengah, bukan “to be or not to be” tapi “to be do be do be do dam dam” (itu lho lagunya Gita Gutawa).

Allah saja dalam Al-Quran menyatakan tujuan diciptakannya hidup dan mati adalah: liyabluwakum ayyukum ahsanu amalaa. Untuk menguji kita, siapa yang terbaik amalnya. Coba dengerin sekali lagi: YANG TERBAIK AMALNYA!!! Berarti orang-orang yang setengah-setengah itu pasti belum memberikan yang terbaik.

Coba bayangkan, Allah bisa saja tidak menciptakan kita. Allah bisa saja tidak menciptakan Pedy atau Adnan. Dan sebagai gantinya Allah menciptakan batu atau debu. Tapi kenyataannya kan tidak. Allah telah menciptakan manusia yang bernama  Pedy dan Adnan. Dan ketika menciptakan kita, seolah Allah berkata kepada kita: “Ayo, tunjukkan kemampuan terbaikmu! Show Me your BEST! Show Me your masterpiece! Before your time is up!” Mana karyamu! Mana kemampuan terbaikmu! Mana prestasi tertinggimu! Sebelum kamu mati! Hidup cuma sekali, tidak berarti. Rugi bangeets bo’. Mendingan Allah menciptakan batu atau debu aja sekalian…

Ketika kita memilih jadi Syabab atau pengemban dakwah, maka seharusnya kita sadar bahwa kita telah memilih “the road less traveled” -kata penyair Robert Frost. Kita memilih jalan yang dihindari banyak orang. Karena bahayanya, resikonya, dan tantangannya. Oleh karena itu kepada rekan-rekan semuanya, saya ingatkan kita telah memilih jalan ini: Jalannya para pemberani, para perebut masa depan, para penggemar tantangan dan bahaya, para risk seeker, jalan yang menentang segala bentuk kedzaliman yang dimapankan, dan kenistaan yang diagungkan. Seperti jalan yang ditempuh para ksatria untuk merevolusi kekuasaan Raja yang lalim dan despotik. Seperti jalan yang dipilih oleh Musa dan Harun yang menentang kelaliman dan anarkisme Firaun, semata-mata karena menyambut seruan Allah: Idzhab ila fir’aun, innahu thagha! Pergilah kamu kepada fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas!

Saudaraku, jalan yang kita pilih ini adalah jalan para pemberani dan jalan orang-orang yang ikhlas dan sabar. Bukan jalannya para peragu, penggerutu, dan suka berkeluh kesah. Kita telah memilih jalannya para nabi dan syuhada, bukan jalannya kebanyakan orang yang cari aman dan selamat saja. Maka wajar kalau kita harus terampil mengelola energi, waktu, fikiran dan fisik kita setiap saat. Stamina fisikal, intelektual, emosional dan spiritual kita harus terus dijaga. Karana banyak hal yang harus dikerjakan: Mulai dari baca buku, mencari nafkah, mengembangkan bisnis bagi yang pengusaha, riset bagi yang dosen, menghidupi keluarga, ngajarin anak, menyiapkan halaqah, mengisi halaqah, bergerak dan bersahabat dengan binaan kita, bantingan infak, upgrade tsaqofah, rajin olah raga, belajar bahasa arab, jerman, perancis, dll. Semua amanah ini harus bisa ditunaikan dengan baik. Spiderman aja bisa bagi waktu basmi penjahat dan cari nafkah sebagai pengantar pizza keliling. Masak kita gak bisa?

Dalam istilah Ilmu Komputer, jadi Syabab harus multi tasking, bukan single tasking. Ibaratnya Syabab itu kalo komputer seperti komputer yang dual core atau core 2 duo terbaru, bukan Pentium I yang sudah kadaluwarsa. Dan Syabab seharusnya menjalani semuanya itu dengan penuh antusiasme dan sukacita. Rasul dan para sahabat saja, agendanya padat dan bersahut-sahutan. Mulai dari dakwah, hijrah, perang badar, perang ahzab, perjanjian hudaibiyah, perang mu’tah, perang hunain,  perang tabuk, dll. Satu peristiwa besar dengan yang lain bahkan cuma ada waktu rehat seminggu, seringkali malah nyambung terus. Rasul juga
seperti kita, terkadang ada problem “dapur” atau rumah tangga yang harus diselsaikan, bahkan sampai pernah mendiamkan istri-istrinya. Tapi tidak lama normal lagi dan tepat setelah itu ikut perang Tabuk dan MENANG! Ini baru namanya muslim profesional. Ada masalah “dapur” atau pribadi bisa kelar. Ada masalah dakwah dan jihad juga bisa kelar. Ini baru spektakular! Jangan masalah karir gak kelar, masalah dapur gak kelar, masalah dakwah juga gak kelar-kelar. Wah kalau ini mah bisa jadi kelakaran 🙂

Jadi syabab juga kudu multi talented, bukan single talented. Sekarang ini sudah gak zamannya seseorang cuma punya satu keahlian, tapi multi talented. Penemuan-penemuan sains, produk bisnis yang inovatif, semuanya multi disipliner (Coba baca The Medici Effect, karangan Frans Johansson). Jadi Syabab harus pinter dakwah sekaligus pinter astronomi. Terampil dan profesional dalam bisnis sekaligus terampil dan profesional dalam dakwah. Punya etos kerja tinggi dan etos dakwah yang juga tinggi. Bisa bahasa arab juga bisa bahasa inggris, atau yang
lain (Aku sekarang lagi belajar bahasa Jerman karena ada proyek outsourcing dari perusahaan IT Jerman). Jangan hanya single talented. Hanya pinter komputer, kagak mau dakwah. Rajin riset dan belajar, dakwah setengah-setengah. Pontang-panting bisnis dan karir, dakwah ditinggalin. Aikido pegang sabuk hitam, tapi dakwah terus-terusan masih sabuk putih…

Last but not least, coba tampilkan mental leader dalam setiap kesempatan, dan hilangkan mental quitter kita. Kalo ada masalah, seseorang dengan mental quitter akan memilih quit dan cenderung “lepas tangan” dari masalah tersebut (dengan berbagai excuse yang kelihatannya rasional tentunya). Tapi kalo seorang  bermental leader (kullukum ra’in wa kullukum masulun – kata Nabi saw) dia akan berfikir bagaimana dia punya pengaruh dan peran yang signifikan, sedemikian
sehingga dia bisa menjadi bagian dari penyelesaian, bukan bagian dari persoalan. Jangan tanya apa yang organisasi bisa berikan kepadamu, tapi tanyakan: apa yang engkau bisa beri untuk organisasi (wah… JFK bangeetss…)

Sedjak satoe maret 2009

  • 81.573 hits