Bukankah sekarang kita sudah berkubang dalam dharar (bencana) multidimensional akibat tidak diberlakukannya syariah? Dan bukankah kalau kita memilih pemimpin yang mengabaikan syariah, maka dhararnya akan semakin dahsyat lagi? Akibatnya kita semakin memerosokkan negeri ini ke jurang kenistaan yang lebih dalam dan dalam lagi. Coba kita renungkan firman Allah SWT dalam QS. Ar Rum:41 yang artinya: “Telah nampak kerusakan (fasad) di daratan dan di lautan oleh karena tangan-tangan manusia.” Dalam menjelaskan ayat ini, Muhammad Ali Al Shabuni dalam kitabnya Shofwatu al Tafaasir menyatakan bahwa kerusakan tersebut terjadi karena kemaksiatan dan dosa-dosa manusia (bi sababi ma’ashi al naas wa dzunubihim). Dosa itu ada dua macam, yang pertama dosa individual seperti meninggalkan sholat, puasa, zakat, dan lain lain. Dan yang kedua dosa struktural seperti meninggalkan sistem pemerintahan Islam, sistem ekonomi Islam, sistem sosial Islam, sistem hukum Islam, membolehkan riba, melegalkan pornografi pornoaksi, menggadaikan SDA kita, dan lain lain. Dosa-dosa dan maksiyat inilah penyebab merebaknya dharar tadi.
Nah, sebaiknya sebelum memilih tanyakan dulu kepada caleg dan parpol favorit Anda, mau nggak mereka menghentikan segala bentuk dosa dan kemasyiatan struktural yang selama ini berjalan dan menggantinya dengan syariah Islam? Kecuali pemimpin yang kita pilih secara jelas dan tegas akan mencampakkan sistem sekuler-liberal ini ke dalam tong sampah dan menggantinya dengan syariah Islam, maka dharar yang ada tidak akan pernah hilang atau berkurang, malah akan semakin sesak, sumpek dan pengap. Justru ketika kita emoh memilih pemimpin yang menerapkan sistem sekuler, kita bisa segera me-delegitimasi sistem destruktif yang full-dharar ini, dan menggantinya dengan syariah Islam yang penuh berkah.
Topik Utama: Top 10 Alasan Sesat Wajibnya Pemilu
8 komentar
Comments feed for this article
19 Maret 2009 pada 1:05 am
imi surya putera
Negara ini jangan diharapkan menerapkan syariah Islam sebelum merubah semua sistemnya. Pertama yang harus dirubah dan dirumuskan lagi adalah UUD, karena menurut Bung Karno pada pidatonya tanggal 18 Agustus 1945 ; “Jika boleh saya katakan, UUD ini adalah UUD kilat dan darurat. Bila negara ini telah tenteram nanti kita rumuskan UUD baru.” Kedua, Pancasila harus diganti dengan asas Islam. Kita pasti bisa melakukan itu semua dengan melakukan revolusi. Islam merupakan mayoritas di negeri ini, jadi kita tak ragu merubah sistem dari sekularisme menjadi khilafah Islamiyah. Jika sistem yang telah berjalan ini tak juga dirubah, jangan harap syariat Islam dapat tegak di negeri ini.
Salam dari tenggara pulau kalimantan, mar mampir ke http://www.imisuryaputera.co.cc
19 Maret 2009 pada 1:22 am
Pedy
Setuju Mas, tapi sebelum merubah UUD-nya kita harus uninstall pemikiran sekular-liberal dalam benak masyarakat, lalu kita install pemikiran yang jernih dan sahih, baru kemudian UUD-nya yang diganti dengan syariah Islam. Ini semua bisa dikerjakan dengan dakwah. Soal revolusi itu sendiri Rasulullah punya metode yang khas, tidak ikut arus seperti demokrasi, dan tidak pula ala sosialis yang cenderung anarkis. Pengambil alihan kekuasaan ala Rasul dengan thalab an-nushrah, seperti yang mulai dipraktekkan pada para pemimpin Bani Tsaqif, Bani Kilab, dll di Makkah, yang akhirnya justru diterima oleh Bani Aus dan Khazraj di Madinah. Disitu dapat dilihat perubahan sistemnya tidak dengan perang dan pedang, tapi dengan meminta tampuk kekuasaan secara langsung. Insya Allah seperti ini yang kita perjuangkan!
Btw, saya barusan mampir ke web Anda, tapi rada bingung mau ninggal komentar, pakai bahasa Kalteng yak? 🙂
19 Maret 2009 pada 2:34 am
imi surya putera
trims sudah mau mampir. Itu bukan bahasa Kalteng (Dayak), tapi Bahasa Banjar (Kalsel), nggak apa2 jika belum ngerti bahasa kami, salam.
19 Maret 2009 pada 7:31 am
wawankardiyanto
salam kenal,
aku sendiri 15 tahun golput.. sekarang da’ tahu nyoblos da’ ki hehehe… aku tahu sich peta politik di tingkat atas dan tahu posisi Islam gmana, tapi untuk nyoblos masih pikir2.. kayake masih pada KORUP sich hehe..
19 Maret 2009 pada 7:32 am
Pedy
Golpu terus aja Mas, selama sistemnya masih sekuler-liberal-kapital. Dimana yang korup bukan hanya orangnya, tapi bangunan sisem kehidupannya juga sudah korup dari asasnya. Buktinya semua kebijakan negara tidak ada yang berpihak kepada rakyat, tapi berpihak kepada konglomerat..
23 Maret 2009 pada 9:55 am
Dady
Betapa sejak dulu sampai sekarang umat Islam dinina bobokkan dg pesta-pesta demokrasi, sampai kapankah sistem ini terus dipaksakan dipakai umat. Pak Pedy, tau ga’ bahwa hasil daridemokrasi di Indonesia Hutang luar negri membengkak jadi Rp 972,253 trilyun untuk utang obligasi dan US$ 65,73 miliar untuk utang luar negeri. Dengan menggunakan kurs Rp 11.000/US$, maka utang luar negeri pemerintah mencapai Rp 772,920 trilyun sehingga nilai keseluruhan utang pemerintah hingga akhir Januari 2009 mencapai Rp 1.745,173 trilyun.
Ini mengingatkan kita pada sdr2yg terjebak dlm demokrasi, mari bersama kita bisa terapkan syariah Islam yang dari Rasulullah Muhammad teladankan, Sistem Khilafah Islam yg Shahabat Abu Bakar teladankan, serta sdr2 kita telah perjuangkan, Hdp kembali kehidupan Islam, Allahu akbar
23 Maret 2009 pada 10:10 am
Pedy
Allahu Akbar!! 😡
Allahu Akbar!! 😡
Allahu Akbar!! 😡
23 Maret 2009 pada 11:21 pm
REPOST : Top 10 Alasan Sesat Wajibnya Pemilu « AnakMudaIndonesia
[…] 1. Pemilu bukan hak, tapi kewajiban 2. Jangan golput, karena masih ada pemimpin yang baik 3. Jika tidak milih, muncul dharar atau bencana besar 4. Golput = Apatis = Mutung = Tak Peduli 5. Kalo sekarang golput, besok jangan protes kalo ada […]